Harga Ayam dan Telur Turun, Mengapa ?

Pada hari Rabu, 25 September 2013 di Jakarta berlangsung rapat antara Direktorat Jenderal Peternakan bersama GOPAN (Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional) dan PINSAR (Asosiasi Peternak Unggas Se-Indonesia) dalam rangka membahas dan mencari jalan keluar dari persoalan yang sedang hangat dibicarakan di kalangan dunia peternakan khususnya ternak ayam, yakni anjloknya harga ayam dan telur yang sangat kontradiktif dengan masih tingginya harga ayam dan telur di pasar eceran.

Berikut ini kami sampaikan hasil notulen rapat tersebut:

A. GOPAN

1. Harga ayam broiler hidup di pasaran retail tinggi, Rp 38.000 – 40.000/ekor, akan tetapi harga di tingkat peternak hanya Rp 12.000-an/kg gara-gara ada perusahaan besar dengan initial PT. CB panen besar dan langsung banting harga.

2. Pihak GOPAN mengharapkan peran pemerintah untuk mengevaluasi harga DOC agar menjadi Rp 2.000/ekor karena harga panenan hanya Rp 12.000-an/kg dan mengevaluasi impor GP (Grand Parent) broiler kembali. Tetapi pemerintah tidak dapat mempengaruhi dan menekan harga jual DOC broiler yang sudah mencapai Rp 7000/ekor. Dan pemerintah bersama asosiasi akan melakukan langkah-langkah penanganan selanjutnya agar jangan peternak yang tertekan, tetapi harga jual eceran Rp 38 – 40 ribuan/ekor dan agar tidak ada wacana dari Kementerian Perdagangan untuk membuka kran impor daging ayam.

B. PINSAR

PINSAR melihat bahwa permasalahan bukan hanya harga DOC broiler yang tinggi atau masalah supply dan demand saja atau harga tinggi di pasaran retail saja. Hal sama juga terjadi di peternakan layer (ayam petelur) di mana harga telur jatuh tinggal Rp 12.000 – 14.000 padahal BEP telur di tingkat peternak ada di kisaran Rp 14.000 – 15.000. Pemerintah, dalam hal ini Kementan, Kemendag dan Kemenkeu harus melakukan koordinasi bersama untuk membenahi tata niaga unggas dengan jalan:

1. Membuat regulasi dengan membuat standarisasi BEP (nilai impas/Break Even Point) sebagai dasar penentuan HPP (Harga Pokok Produksi) di tingkat peternak maupun pedagang agar tidak terjadi aksi “Profit Taking” sepihak seperti yang terjadi saat ini, di mana pedagang selalu mengambil tingkat keuntungan yang tinggi sekali tanpa peduli berapapun fluktuasi harga di kandang sehingga mengganggu daya beli masyarakat dan akhirnya mengorbankan peternak.

2. Jadi jalur tata niaga produk unggas harus dibenahi oleh pemerintah karena daging dan telur kita sudah swasembada.

3. Harga bahan baku pakan ternak tinggi berdampak pada naiknya harga pakan unggas. Hal ini terjadi bukan karena hanya karena bahan baku dunia mahal saja akan tetapi pemerintah juga seharusnya meninjau ulang sistem rekomendasi impor dan sistem karantina di Pelabuhan Tanjung Priok agar bahan baku pakan impor tidak tertahan terlalu lama seperti yang terjadi saat ini. Kita ambil contoh bahan baku asal tumbuhan seperti SBM perlu waktu 21 harian dan bahan baku pakan asal olahan ternak seperti MBM dan PMM perlu waktu 50 harian. Lamanya bahan baku mengendap di pelabuhan menjadikan beban “demourage” akan sangat tinggi. Coba hitung saja, berapa dollar US/hari  yang harus dibayar oleh importir dan berapa bebannya yang akhirnya harus dibayar oleh feedmiller dan peternak. Pengendapan di Tanjung Priok menyebabkan ekonomi berbiaya tinggi dan beban sangat berat bagi industri perunggasan yang sangat strategis.

4. Seharusnya pemerintah peka melihat kondisi perekonomian dalam negeri seperti saat ini saat nilai rupiah kita tertekan terhadap dollar US ditambah lagi dengan selisih nilai tukar jual – beli di kisaran 15 – 20% maka tidak seharusnya rekomendasi  impor bahan baku pakan ternak dipersulit dan akibatnya tertahan lama oleh pihak Bea Cukai.

5. PINSAR telah menyampaikan juga kepada Kemendang c/q Dirjen PDN bahwa stok daging ayam dan telur berlimpah di peternak sehingga tidak perlu ada wacana CLQ (paha) broiler dan telur.

C. Dirjen Peternakan (Bp. Abu Bakar)

Pemerintah akan mencatat input-input yang disampaikan oleh GOPAN dan PINSAR untuk menjadi bahan kajian utama yang akan dibahas dengan asosiasi dan instansi terkait terutama Kemendag dan Kemenkeu.

One Comment

  1. memang sulit dalam penanganan dan mengantisipasi harga ,karna bnyak permainan pihak 2 pengusaha yang dapat menjatuh kan peternak kecil dan bnyak peternak mandiri yang hancur ,jd menurt saya peternak harus peka dan pintar dalam mensiasati tinggi nya harga pakan dan bibit

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *